Sunday, January 1, 2012

Epilog

Posted by Jason Abdul at 1:17 PM

“Mas, udah selesai belum mandinya?!!”
            Rasti menggedor pintu kamar mandi.
            “Ya, aku sudah selesai!” teriak Junio dari dalam.
            “Cepat Mas, aku udah nggak tahan… sakiiittt…”
            Rasti tak kuat lagi berdiri, dia kembali menuju tempat tidur dan duduk. Perutnya sakit dan bayinya seperti meronta-onta di dalam. Dia mau keluar!!
            Tadi, Junio masuk kamar mandi untuk siap-siap pergi ke kantor. Sedangkan Rasti tak merasakan sakit apa-apa. Meeka sudah diberitahu dokter kalau kemungkinan besar bayi ini akan lahir satu minggu lagi. Ternyata kemungkinan tetap saja kemungkinan, masih ada faktor kecil yang bisa membuat hal sebaliknya.

            Si bayi ingin keluar lebih cepat.
            Junio bergegas, sampai-sampai dia lupa memakai deodoran dan parfum, atau apa pun yang dia biasa pakai setelah mandi. Hanya kepanikan yang muncul.
            “Ayo Ras, pegang pundakku. Kita ke rumah sakit sekarang.”
            Sepanjang perjalan mengantarkan Rasti ke rumah sakit, Junio sibuk menelpon keluarga Rasti. Semua rupanya ingin ikut hadir.
            Rasti semakin aku bisa bernafas, dia berteriak pada Junio.
            “Mas, sakit!! Cepat lah!!” Rasti semakin histeris melihat darah membasahi tempat dia duduk.
            “Kita udah hampir dekat, Sayang,” kata Junio menenangkan.
            “Mas udah bawa kamera?” tanya Rasti tiba-tiba.
            “Untuk apa?”
            “Bukannya kita mau rekam jalannya persalinan?”
            Junio menggeleng. “Aku lupa.”
            Rasti ingin protes, tapi perutnya makin sakit dan mulas, serasa ingin buang air besar...
            Oh, Tuhan cepatlah rasa sakit ini berakhir, batin Rasti.

Junio tidak tahan darah, tapi dia bertahan berada di ruangan bersalin Rasti. Mukanya pucat dan bibirnya kering, tapi tangannya tetap memegang handy cam, mendokumentasikan momen ini.
            Junio kasihan melihat istrinya yang kesusahan. Junio bisa merasakan bertapa beratnya menjadi seorang wanita. Saat hamil, mereka membawa bayi dalam perutnya kemana-mana, saat melahirkan, mereka harus berjuang bertaruh nyawa diri sendiri dan si bayi.
Ibu adalah makhluk yang paling mulia.
            Rasti menjerit-jerit setiap kali terjadi kontraksi.
            Setelah bedebar-debar menunggu munculnya manusia mungil itu, akhirnya telinga Junio menangkap suara tangisan bayinya.
            Bayinya!! Ya! Dia resmi jadi seorang ayah! Sesuatu yang dulu hanya menjadi khayalannya. Kini menjadi kenyataan.
            Seorang perawat langsung membersihkan bayi mungil itu, memberinya bedung, dan membawanya ke arah Junio. Seorang perawat yang lain bersedia menggantikan Junio merekam agar pria itu bisa menggendong anaknya.
            “Seorang bayi perempuan yang sangat cantik,” kata perawat itu.
            Tangisan tak terelakkan munculnya.
            “Sayang, ini anak kita...” Junio mendekat pada Rasti.
            Rasti yang berkeringat dan sangat kelelahan, tersenyum penuh bahagia melihat suaminya bersama sang anak. Genap sudah bahagia mereka sebagai keluarga.
            “Aku ingin memberinya nama Faradissa. Agar dia seperti surga memberikan kedamaian bagi semua orang,” kata Rasti.
            “Aku setuju,” sambut Junio. “Dia adalah Faradissa Adihastoro, anak kita.”
            Bertiga mereka terekam dalam kamera. Menangis dan tertawa bahagia
           
***

Selain tetap dalam pekerjaan mereka semula, Rasti dan Junio membuat sebuah website yang bertujuan unuk membantu para homoseksual menerima diri mereka namun dengan tujuan agar mereka dapat memilih jalan yang akan mereka lewati. Jadi seorang homoseksual bukan hanya kehendak personal, itu naluri dalam diri, walau kadang mengikuti hasrat itu bisa jadi keliru. Tuhan memberikan kelebihan untuk belajar bertahan dari godaan penggoyah iman.
            Situs yang mereka kelola sendiri itu juga membantu dengan memberi tip-tip untuk gay yang ingin mengakui jati diri pada pasangan wanita mereka. Tak ada yang salah bersuamikan seorang gay, yang salah hanyalah bagaimana pandangan kita tentang kata itu.
            Gay juga manusia, dia berhak menikah dengan lawan jenisnya. Karena itulah jalan yang Tuhan beri padanya.

***

2 comments:

Anonymous said...

mantaappp....lagu itu juga penah saya nyayikan...bersama orang yang saya sayangi..

asasi on July 29, 2012 at 6:34 AM said...

seharusnya novel ini terbit :')

Post a Comment

 

Pertemuan Cinta Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos